Taman Ujung Sukasada

Sabtu, 20 Agustus 2011 // by bali paradise island // Label: // 0 komentar



Taman Ujung Karangasem yang disebut juga Taman Sukasada, atau populer juga sebagai ''Water Palace'', terletak di tepi pantai Desa Ujung, Karangasem. Taman ini adalah salah satu bukti historis yang monumental dari kebesaran Kerajaan Karangasem di masa lalu. Berdasarkan hasil-hasil penyelidikan arkeologis-historis dapat diketahui bahwa taman ini adalah sebuah contoh hasil akulturasi budaya yang serasi antara arsitektur tradisional lokal (Bali) dengan arsitektur Eropa, yang memancarkan kearifan atau keungguhan lokal (local genius). Pelestarian taman ini sedang dikerjakan sejak 2002, atas biaya Bank Dunia dan dana pendamping dari Pemkab Karangasem. Bagaimana upaya pelestarian ini direalisasikan?
SANG pendiri taman, salah seorang raja Karangasem, dengan kemampuan teknis-arsitektural dan estetik, telah berhasil memanfaatkan bentang alam dan lingkungan di sekitarnya yang berteras-teras, dengan gunung-gunung sebagai latar belakang alami, sumber air, sungai-sungai dan pesisir Pantai Ujung. Dalam pembangunan taman ini, sang raja kemungkinan basar telah menggunakan konsepsi kosmologi masyarakat Bali sebagai landasan ideologis. Secara kosmologis, pesisir pantai atau laut adalah bagian hilir atau muara (tebenan), adalah tempat menunggalnya segala kekuatan magis yang berasal dari gunung atau bukit, yang kemudian mengalir ke hilir melalui sungai-sungai, seakan-akan secara simbolis membagi-bagikan air kehidupan kepada masyarakat.
Selain itu, gunung adalah bagian hulu (luwanan) yang punya kekuatan adikodrati yang tak tertandingi. Sebaliknya, gunung juga tak selamanya merupakan kekuatan alam yang ramah, karena dapat menimbulkan bencana besar secara tiba-tiba, jika ekosistemnya terganggu. Menurut kosmologi masyarakat Bali dan juga masyarakat lainnya di nusantara, gunung adalah dunia arwah para leluhur yang punya kekuatan magis, yang dapat memberikan pengaruh baik-buruk kepada kaum kerabat atau masyarakat yang masih hidup. Dalam perkembangan selanjutnya, ketika pengaruh agama Hindu telah meluas di daerah Bali, gunung juga dianggap sebagai tempat bertahtanya para Dewa, yaitu Dewa Gunung seperti Bhatara Gunung Agung, dll.
Demikianlah gunung menjadi suci dan sakral. Dengan berpedoman kepada konsepsi kosmologi itu, pendiri Taman Ujung telah berupaya untuk menyatukan dan memanfaatkan kekuatan-kekuatan yang terkonsentrasi di gunung -- kekuatan alam adikodrati, magis arwah leluhur, dan para Dewa -- untuk kepentingan pembangunan masyarakatnya. Dengan dasar ideologi ini, maka Taman Ujung dapat juga disebut sebagai ''Water Palace'' yang menyandang makna simbolis-magis-religius seperti yang tampak juga pada lambang kerajaan, yaitu Amerta Jiwa. Dari sisi lain, taman ini menjadi lebih signifikan lagi karena berada dalam bingkai segitiga sosiokultural -- Tirta Gangga, Puri Karangasem, dan Taman Ujung.
Akibat Bencana AlamTaman Ujung sebagai bukti sejarah yang penting, ternyata memang tak luput dari ancaman yang sewaktu-waktu dapat merusak kelestariannya. Sebutlah gempa bumi akibat meletusnya Gunung Batur pada 1917. Pun ketika Gunung Agung meletus pada 1963. Kemudian gempa bumi Seririt pada 1976 yang tidak terditeksi sebelumnya. Taman Ujung yang dulu indah dan megah, lalu menjadi berantakan, hampir rata dengan tanah.
Kerusakan Taman Ujung yang menyedihkan, membuat Pemerintah Bali dan Kabupaten Karangasem jadi prihatin. Hal ini juga dirasakan pihak Puri Karangasem. Masyarakat Bali, termasuk para ahli yang berkepentingan, para pencinta dan pemerhati budaya Bali, juga menaruh perhatian yang besar terhadap nasib taman ini ke depan bagi generasi penerus. Berbagai upaya dilakukan, diantaranya pemerintah mendorong terlaksananya kajian Cultural Heritage Conservation (CHC) melalui Bali Urban Infrastructure Project (BUIP) yang dibiayai Bank Dunia. Studi ini dilakukan para ahli dan menghasilkan ''A Site Management Plan at Taman Ujung Karangasem East Bali'' (2000), yang tentu saja akan dijadikan pedoman dalam pelestarian Taman Ujung.
Sebelum pelestarian Taman Ujung dilaksanakan dengan biaya Bank Dunia, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Bali NTB-NTT (kini: Balai Pelestarian Peninggalan Sejarah dan Purbakala) telah melakukan pemugaran bangunan kanopi yang didahului serangkaian kajian teknis-arkeologis. Pekerjaan ini, ternyata tidak dapat diteruskan lagi, karena biaya yang diperlukan besar dan pengerjaannya yang tidak mudah. Hasil-hasil kajian terdahulu telah cukup memberikan petunjuk, bahwa pelestarian Taman Ujung tak mungkin sepenuhnya dapat dilaksanakan menurut ketentuan pemugaran secara arkeologis murni, seperti yang ditetapkan dalam UU RI No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
Jika sekiranya pelestarian taman ini dilakukan sesuai dengan ketentuan kepurbakalaan, maka pemugaran baru dapat dilaksanakan setelah melalui tahap-tahap studi teknis dan kelayakan yang mungkin disertai dengan penggalian untuk memperoleh bukti-bukti tertimbun dalam tanah. Analisis yang dihasilkan, akan disusun menjadi rencana pemugaran yang perlu disosialisasikan terlebih dahulu. Di samping itu, di lokasi dapat juga dilakukan percobaan-percobaan (prapemugaran) termasuk konservasi yang dianggap perlu. Jika cara kerja semacam ini dipenuhi, maka pekerjaan akan memakan waktu, biaya yang tak sedikit.
Pekerjaan pelestarian taman ini yang dibiayai Bank Dunia dan Dana Pendamping dari Pemkab Karangasem, telah dilaksanakan pada 2002 dan diharapkan akan dapat diselesaikan pada akhir tahun 2003. Kerusakan bangunan-bangunannya sudah parah, sehingga pelestariannya melalui pemugaran harus dikerjakan dengan sangat hati-hati. Sisa-sisa bangunan di lokasi yang masih dalam kondisi baik antara lain bentuk bangunan, tiang-tiang dan hiasan, dijadikan pedoman yang utama. Pemugaran dilakukan dengan tidak menimbulkan kesan seperti seluruhnya adalah bangunan baru. Untuk menjaga nilai-nilai arkeologis-historis taman ini, diusahakan agar nanti penampilannya mendekati atau menyerupai aslinya dengan ciri-ciri atau dengan wajah yang bernuansa arkhaik. Di samping itu, kualitas bahan-bahan mendapat perhatian yang serius, supaya dapat bertahan terhadap kemungkinan-kemungkinan bencana alam. Dengan upaya pelestarian seperti itu, diharapkan Taman Ujung akan ''hidup kembali'' sebagai bukti dan saksi sejarah yang penting, yang sekaligus juga merupakan aset kultura-historis potensial.

0 komentar:

Posting Komentar

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified