Desa Tenganan
Desa Tenganan atau dikenal dengan Tenganan Pegeringsingan, merupakan salah satu dari sejumlah desa Bali Aga di Pulau Bali. Pola kehidupan masyarakatnya mencerminkan kebudayaan dan adat istiadat desa Bali Aga ( pra Hindu ) yang berbeda dari desa-desa lain di Bali.
Desa Tenganan Pegeringsingan adanya di Kecamatan Manggis, Karangasem sekitar 17 km jaraknya dari Kota Amlapura – ibukota kabupaten –, 5 km dari kawasan pariwisata Candidasa, dan sekitar 65 km dari Kota Denpasar.
Sebagai obyek wisata budaya, desa Tenganan memiliki banyak keunikan dan kekhasan yang menarik untuk dilihat dan dipahami. Dari sistem kemasyarakatan yang dikembangkan, bahwa masyarakat desa Tenganan terdiri dari penduduk asli desa setempat. Hal ini disebabkan karena sistem perkawinan yang dianut adalah sistem parental dimana perempuan dan laki-laki dalam keluarga memiliki derajat yang sama dan berhak menjadi ahli waris.
Hal ini berbeda dengan sistem kekeluargaan yang dianut oleh masyarakat di Bali pada umumnya.Di samping itu, mereka juga menganut sistem endogamy dimana masyarakat setempat terikat dalam awig-awig ( hukum adat ) yang mengharuskan pernikahan dilakukan dengan sesama warga Desa Tenganan, karena apabila dilanggar maka warga tersebut tidak diperbolehkan menjadi krama ( warga ) desa, artinya bahwa ia harus keluar dari Desa Tenganan.
Daya tarik lain yang dimiliki Desa Tenganan adalah tradisi ritual Mekaré-karé atau yang lebih dikenal dengan “perang pandan”. Mekaré-karé merupakan bagian puncak dari prosesi rangkaian upacara Ngusaba Sambah yang digelar pada setiap Bulan Juni yang berlangsung selama 30 hari.
Selama 1 bulan itu, Mekaré-karé berlangsung sebanyak 2-4 kali dan setiap kali digelar akan dihaturkan sesajen kepada para leluhur. Mekaré-karé atau “perang pandan” diikuti para lelaki dari usia anak-anak sampai orang-orang tua. Sesuai namanya, maka sarana yang dipergunakan adalah daun pandan yang dipotong-potong sepanjang ±30 cm sebagai senjata dan tameng yang berfungsi untuk menangkis serangan lawan dari geretan duri pandan. Luka yang diakibatkan oleh geretan duri pandan akan dibalur dengan penawar yang dibuat dari ramuan umbi-umbian, seperti laos, kunyit, dan lain-lain.
Mekaré-karé pada hakekatnya sama maknanya dengan upacara tabuh rah yang lazim dilakukan oleh umat Hindu di Bali ketika melangsungkan upacara keagamaan. Dalam upacara Mekaré-karé selalu diiringi dengan tetabuhan khas Desa Tenganan, yaitu gamelan selonding.
Keunikan lain yang dimiliki oleh Desa Tenganan yang tidak dimiliki oleh daerah lainya di Bali bahkan di Indonesia adalah kerajinan tenun double ikat kain Gringsing. Kata Gringsing itu sendiri berasal dari kata “gering” yang berarti sakit atau musibah, dan “sing” yang artinya tidak, maka secara keseluruhan gringsing diartikan sebagai penolak bala.
Proses pembuatan kain gringsing sangatlah unik dan memerlukan waktu yang lama ( sampai 3 tahun ), sehingga keberadaannya menjadi langka dan harganya cukup mahal.
Kain gringsing wajib dimiliki oleh warga Desa Tenganan karena merupakan bagian dari perlengkapn upacara, seperti dalam upacara ngaben ( pembakaran jenazah ) dimana kain gringsing ditempatkan pada pucuk badé ( tempat mengusung mayat ). Selain itu pada upacara potong gigi, gringsing dipergunakan pula sebagai alas bantal. Banyak cerita di masyarakat yang menyebutkan bahwa darah manusia digunakan dalam pemberian warna pada benang unuk memperoleh warna yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena kain gringsing memang didominasi oleh warna merah. Namun yang sebenarnya adalah bahwa bahan-bahan pewarna dalam pembuatan kain gringsing berasal dari getah-getah kayu tertentu dan biji kemiri yang diramu sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sebagai pewarna.
Tidak banyak yang mengetahui bahwa keindahan alam Desa Tenganan berpotensi sebagai wisata alternatif jalur trekking dengan melewati jalan desa, perbukitan, dan juga hamparan sawah penduduk. Rute pendek jalur trekking ini dapat ditempuh dalam waktu ±3-4 jam.
Desa Tenganan Pegeringsingan adanya di Kecamatan Manggis, Karangasem sekitar 17 km jaraknya dari Kota Amlapura – ibukota kabupaten –, 5 km dari kawasan pariwisata Candidasa, dan sekitar 65 km dari Kota Denpasar.
Sebagai obyek wisata budaya, desa Tenganan memiliki banyak keunikan dan kekhasan yang menarik untuk dilihat dan dipahami. Dari sistem kemasyarakatan yang dikembangkan, bahwa masyarakat desa Tenganan terdiri dari penduduk asli desa setempat. Hal ini disebabkan karena sistem perkawinan yang dianut adalah sistem parental dimana perempuan dan laki-laki dalam keluarga memiliki derajat yang sama dan berhak menjadi ahli waris.
Hal ini berbeda dengan sistem kekeluargaan yang dianut oleh masyarakat di Bali pada umumnya.Di samping itu, mereka juga menganut sistem endogamy dimana masyarakat setempat terikat dalam awig-awig ( hukum adat ) yang mengharuskan pernikahan dilakukan dengan sesama warga Desa Tenganan, karena apabila dilanggar maka warga tersebut tidak diperbolehkan menjadi krama ( warga ) desa, artinya bahwa ia harus keluar dari Desa Tenganan.
Daya tarik lain yang dimiliki Desa Tenganan adalah tradisi ritual Mekaré-karé atau yang lebih dikenal dengan “perang pandan”. Mekaré-karé merupakan bagian puncak dari prosesi rangkaian upacara Ngusaba Sambah yang digelar pada setiap Bulan Juni yang berlangsung selama 30 hari.
Selama 1 bulan itu, Mekaré-karé berlangsung sebanyak 2-4 kali dan setiap kali digelar akan dihaturkan sesajen kepada para leluhur. Mekaré-karé atau “perang pandan” diikuti para lelaki dari usia anak-anak sampai orang-orang tua. Sesuai namanya, maka sarana yang dipergunakan adalah daun pandan yang dipotong-potong sepanjang ±30 cm sebagai senjata dan tameng yang berfungsi untuk menangkis serangan lawan dari geretan duri pandan. Luka yang diakibatkan oleh geretan duri pandan akan dibalur dengan penawar yang dibuat dari ramuan umbi-umbian, seperti laos, kunyit, dan lain-lain.
Mekaré-karé pada hakekatnya sama maknanya dengan upacara tabuh rah yang lazim dilakukan oleh umat Hindu di Bali ketika melangsungkan upacara keagamaan. Dalam upacara Mekaré-karé selalu diiringi dengan tetabuhan khas Desa Tenganan, yaitu gamelan selonding.
Keunikan lain yang dimiliki oleh Desa Tenganan yang tidak dimiliki oleh daerah lainya di Bali bahkan di Indonesia adalah kerajinan tenun double ikat kain Gringsing. Kata Gringsing itu sendiri berasal dari kata “gering” yang berarti sakit atau musibah, dan “sing” yang artinya tidak, maka secara keseluruhan gringsing diartikan sebagai penolak bala.
Proses pembuatan kain gringsing sangatlah unik dan memerlukan waktu yang lama ( sampai 3 tahun ), sehingga keberadaannya menjadi langka dan harganya cukup mahal.
Kain gringsing wajib dimiliki oleh warga Desa Tenganan karena merupakan bagian dari perlengkapn upacara, seperti dalam upacara ngaben ( pembakaran jenazah ) dimana kain gringsing ditempatkan pada pucuk badé ( tempat mengusung mayat ). Selain itu pada upacara potong gigi, gringsing dipergunakan pula sebagai alas bantal. Banyak cerita di masyarakat yang menyebutkan bahwa darah manusia digunakan dalam pemberian warna pada benang unuk memperoleh warna yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena kain gringsing memang didominasi oleh warna merah. Namun yang sebenarnya adalah bahwa bahan-bahan pewarna dalam pembuatan kain gringsing berasal dari getah-getah kayu tertentu dan biji kemiri yang diramu sedemikian rupa sehingga dapat berfungsi sebagai pewarna.
Tidak banyak yang mengetahui bahwa keindahan alam Desa Tenganan berpotensi sebagai wisata alternatif jalur trekking dengan melewati jalan desa, perbukitan, dan juga hamparan sawah penduduk. Rute pendek jalur trekking ini dapat ditempuh dalam waktu ±3-4 jam.
0 komentar:
Blog Archive
-
▼
2011
(77)
-
▼
Agustus
(77)
- Puputan Margarana
- Pantai Sanur
- Bajra Sandhi
- Tanah Lot
- Pura Ulun Danu
- Pura Taman Ayun
- Pura Batukaru
- Monument margarana
- Danau Beratan
- Kebun raya bedugul
- Alas Kedaton
- Pura Taman Sari
- Pantai Kusamba
- Nusa penida
- Museum Nyoman Gunarsa
- Monumen Puputan Klungkung
- Kertagosa
- Goa Jepang
- Kamasan
- Desa Tenganan
- Telaga Waja
- Telaga Waja
- Taman Ujung Sukasada
- Taman Tirta Gangga
- Puri Agung Karangasem
- Pura Besakih
- Tulamben
- Candidasa
- Padangbai
- Desa Putung
- Amed
- TNBB
- Pura Perancak
- Pantai Medewi
- Pantai Candikusuma
- Pantai Baluk Rening
- Ubud
- Tirta Empul
- Tegalalang
- Taman Gajah Taro
- Pura Penataran Sasih
- Pura Gunung Kawi
- Pura goa Gajah
- Pasar seni Sukawati
- Desa Batu Bulan
- Desa Celuk
- Pura Pulaki
- Pura Ponjok Batu
- Pulau Menjangan
- Lovina
- Danau Buyan dan Tamblingan
- Air Terjun Singsing
- Air Terjun Gitgit
- Air Sanih
- Air panas banjar
- Toya Bungkah
- Gunung dan Danau Batur-Kintamani
- Desa Trunyan
- Air Terjun Dusun Kuning
- Tanjung Benoa
- Sangeh
- Pura Luhur Uluwatu
- Pura Taman Ayun
- Petitenget
- Pantai Suluban
- Pantai seminyak
- Pantai Nyang-Nyang
- Selain pantai Kuta, pantai Legian adalah pantai ...
- Pantai Labuan Sait
- Pantai Kuta
- Pantai Kedonganan
- Pantai Jimbaran
- Pantai Canggu
- Nusa Dua
- Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park
- Desa Petang
- Ayung Rafting
-
▼
Agustus
(77)